Selasa, 27 April 2010

SIKAP MENERIMA DALAM KELUARGA

Disusun Oleh :
1. GUnawan 19
2. Aminah
3. Juriah
4. Fir-man
5. Fitriani
6. Sutiana
7. Reni
8. Rohaya
9. Dewi Muliarni

Dipresentasikan pada Hari Rabu, 28 April 2010



Perkawinan adalah satu hal yang sakral dalam kehidupan manusia. bukan hanya sekedar proses untuk meneruskan keturunan, tetapi lebih dari itu sebagai salah satu langkah untuk menjadikan diri sebagai manusia yang lebih sempurna. Sempurna karena dapat merasakan indahnya saling berbagi, saling kasih dan menyayangi, dan juga sempurna karena sebagian ibadah dan kewajiban kita telah kita penuhi.

Membina sebuah biduk rumah tangga tentu bukan satu hal yang sederhana. Banyak tikungan, hambatan, godaan dan kesulitan disana-sini yang siap mengiringi kebahagiaan yang ingin kita capai. Tidak jarang sebuah perkawinan berakhir dengan perceraian. Namun tidak sedikit pula sebuah perkawinan yang berujung pada kebahagiaan sampai akhir hayat.

Keberhasilan untuk mencapai sebuah kehidupan rumah tangga yang bahagia, tidak terlepas dari komitmen dari pasangan tersebut. Ingin dibawa kemana tujuan berkeluarga harus sudah direncanakan sejak dini. Karena jika gagal merencanakan berarti telah merencanakan untuk gagal.

Sebuah komitmen agaknya harus dimulai dahulu dengan memahami apa tujuan dari sebuah perkawinan. Secara umum perkawinan menginkan terbentuknya keluarga yang sakinah tentram), mawadah (mencintai), warahmah (menyayangi/rahmat). Ketika tujuan ini telah ditetapkan, akan muncul usaha-usaha kreatif untuk mencapai tujuan tersebut. Tentu usaha disini adalah usaha-usaha yang tetap berada pada koridor norma dan batasan-batasan yang berlaku.

Salah satu kunci penting dalam menjaga keutuhan rumah tangga adalah rasa iklas “Menerima”, disamping juga komponen lain seperti adanya rasa cinta kepada pasangan, saling mengerti dan lain sebagainya. Sikap “nrimo” ini bukan berarti menerima segala macam perlakuan, atau keadaan secara buta dan tanpa berusaha sama sekali. Ketika ada hal yang tidak sesuai dengan tatanan kehidupan yang layak, tentu hal tersebut harus dibicarakan dan dicarikan titik temunya.

Tidak bisa disangkal bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelemahan. Kita dijadikan oleh Tuhan sebagai makhluk yang berpasang-pasangan adalah untuk menyempurnakan kekurangan dan kelemahan itu. Disaat seorang suami lemah dan mengalami kebutuan dalam hidupnya, istri berperan sebagai orang yang menenangkan. Menghibur dengan kasih sayang nya, dan membantu dengan curahan cinta dan perhatian ia miliki, sehingga masalah itu walaupun tidak tuntas sekaligus namun paling tidak bisa memberikan rasa lapang pada suami. Dan begitu pula sebaliknya.

Tidak mudah memang untuk menerima sebuah kekurangan dari pasangan hidup kita. Mulai dari masalah ekonomi yang tidak layak, kondisi fisik yang tidak tergolong cantik / tampan, sampai pada sikpa perilaku pasangan yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Oleh sebab itu, menyambung pembicaraan pada kelompok sebelumnya yang mengulas tentang “sikap mengerti” terhadap pasangan, sebelum kita menetapkan pilihan pada seseorang untuk menjadi belahan jiwa kita, kita harus mengenali dan mengerti kondisinya terlebih dahulu. Ketika perasaan mengerti dan paham akan kondisi pasangan kita telah terpatri, berangsur-angsur tanamkan sikap untuk “menerima” terhadap kekurangan yang ia miliki, disamping tetap terus berusaha memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada pada masing-masing pihak.

Timbul sebuah pertanyaan, lantas apa yang mungkin terjadi jika perasaan menerima ini tidak ditumbuhkembangkan pada diri masing-masing pasangan ? Berikut penulis utarakan beberapa akibat fatal jika sikap ini tidak ditanamkan :
1. Memicu terjadinya perceraian
2. Ketika ayah dan ibunya memutuskan bercerai anak menjadi terlantar atau paling tidak perkembangan mental / psikologinya terganggu
3. Trauma / tekanan batin
4. Memicu timbulnya perselingkuhan
5. Konflik antar keluarga, dan masih banyak lagi

Mengingat dampak yang diakibatnya cukup fatal jika dibiarkan berkembang dan berlarut-larut, maka jalan terbaik adalah sejak dini kita harus melatih diri untuk mampu bersikap menerima. Berikut ini hal-hal yang harus diterima dari pasangan kita adalah :
a. Cacat fisik
b. Adanya kelainan pada perilaku seksual (baik hiper ataupun lemah)
c. Ketidakmampuan untuk memberikan keturunan
d. Memiliki kemampuan berfikir lemah
e. Memiliki ketidaknormalan pada fungsi kejiwaan
f. Perbedaan latar belakang pendidikan
g. Tidak memiliki pekerjaan tetap
h. Tidak idealnya penghasilan
i. Berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, baik suku, kebiasaan, adat istiadat dan lain sebagainya
j. Terlalu pemarah atau terlalu pendiam

Namun seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya bahwa tidak semata-mata hal ini diterima begitu saja. Tindakan menerima adalah salah satu jalan untuk meredam konflik. Namun usaha penyeimbangnya atau pengentasannya harus tetap ada. Misalnya ketika pasangan kita memiliki kelainan pada fungsi seksualnya. Katakanlah tidak dapat menghasilkan keturunan. Hal ini dapat diusahakan pengobatannya dengan mendatangi dokter yang berkompeten dibidangnya. Atau dapat pula mengikuti berbagai terapi untuk mengatasi masalah tersebut.


Untuk Sementara Uraian yagn ada disini masih belum lengkap. Akan ada perbaikan setelah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun masih penulis tunggu

1 komentar:

  1. pemahaman 'nrimo' harusnya lebih diperjelas agar tidak menimbulkan salah salah arti, karena banyak hal yang terjadi satu fihak tertekan sepanjang masaoleh hal tersebut, apalagi bila dikaitkan dengan dampak terhadap anak. Secara umum tulisan oke. Ditunggu penyemnpurnaannya......

    BalasHapus