Rabu, 02 Juni 2010

Harga waktu seorang ayah


sebenernya ini tread ada di room sup ayam cuman ceritanya di modiv dikit... tujuannya hanya ingin mengingatkan para ayah termasuk miaw_edan
---------
Andre, seorang anak yang setiap sore selalu menanti kepulangan ayahnya dari kantor untuk sekedar mengajaknya bermain. Suatu sore, sepulang kerja, sang ayah ditanya oleh Andre, “Ayah, ayah kerja di kantor dibayar berapa sih sebulan?”
Sembari mengernyitkan dahi si ayah menjawab, “Ya, sekitar Rp. 2.500.000!”
“Kalau sehari berarti berapa, ya?” sela Andre.
Ayah mulai bingung, “Seratus ribu rupiah, ada apa sih? Ko Tanya itu segala!”
Akan tetapi, Andre tetap bertanya lagi, “Kalau, setengah hari berarti Rp. 50.000, dong?”
“Iya, memangnya kenapa?” sahut ayah mulai jengkel.
Si anak dengan mantap mengajukan permohonan, “Gini Yah! Tolong tambahin dong tabungan Andre, Rp. 5000 saja. Soalnya, Andre sudah punya tabungan sebesar Rp. 45.000. Rencananya, Andre mau membeli ayah setengah hari saja supaya kita bias pergi memancing bersama!”
*****
Satu hal yang menjadi kendala seorang ayah dalam membangun tatanan keluarga yang tangguh dan harmonis adalah si pencuri waktu. Urusan kantor, bisnis sampingan, maupun kegemaran pribadi acapkali menjadi musuh dalam selimut yang secara tidak langsung merongrong kesempatan emas yang kita miliki untuk bercengkrama dengan anak. Dalih yang biasa dipergunakan oleh si pencuri waktu sendiri adalah demi masa depan keluarga, loyalitas kerja, atau untuk membiarkan asap dapur tetap ngebul.
“Apa yang ditabur, itu pula yang dituai,” demikian pepatah lama masih terngiang jernih dalam ingatan kita. Ketika anak masih kecil, sebagai orangtua (ayah) jarang mendengarkan mereka. Setelah mereka besar, mereka pun akan jarang mendengarkan orangtuanya. Inilah awal mulanya terkenal istilah kenakalan remaja, yang secara tidak sadar dikontribusikan terlebih dahulu oleh kenakalan orangtuanya, yang telah berselingkuh dengan si pencuri waktu. Cara terbaik agar anak-anak kita mendengarkan kita adalah dengan mendengarkan mereka. Karena, bagi si anak, didengarkan merupakan bagian penting dari implementasi cinta orangtuanya.
Bekerja tidak akan memberikan investasi lebih permanen jika di bandingkan dengan memberikan waktu yang cukup untuk anak dan keluarga. Usia 60 tahun merupakan akhir dari perhentian berkarya, namun karya yang diinvestasikan dalam kenangan anak tidak akan berakhir hingga maut yang memisahkan. Pilihan, tentu ada dalam diri masing-masing.
“Saya lebih memilih untuk tidak menjadi siapa-siapa, asalkan bisa menjadi seseorang yang berarti bagi anak-anak saya.” (Patrick M Morley)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar